No, Comment! Mungkin itu reaksi yang akan muncul saat seseorang membaca artikel ini.
Apakah itu wajar?
Relatif!
Baik, bicara mengenai guru. Tentu akan memakan waktu lama dalam membahas seluk-beluk guru. Terlebih tentang masalah yang dihadapi guru. Benar-benar akan sangat menyita waktu dan perhatian. Gaji guru yang tidak memadai, guru yang menuntut diangkat menjadi PNS, tunjangan dan kesejahteraan yang jauh dari layak pada umumnya, kualitas guru yang perlu dipertanyakan dan banyak lagi yang tak akan selesai bila ditulis satu persatu.
Saya tidak ingin membahas guru dalam skala yang terlalu luas. Hanya guru di lingkungan sekolah.
Semasa SMP, guru dalam pandangan saya adalah teladan yang nyata saya lihat dalam kehidupan sehari-hari. Bagi saya yang tak memiliki ayah dan tidak tinggal bersama ibu, guru laiknya orang tua. Yaah, saya menganggapnya begitu.
Namun, setelah menginjak SMA dan saya mulai mengenal dunia, kenyataan yang baru membuat saya menganga. Sejak kecil saya selalu diajari bahwa guru adalah seorang yang harus dihormati, tapi sekarang saya berfikir.
Apakah harus selalu begitu?
Sebagai seorang murid, saya ingin belajar lebih banyak. Saya ingin mengetahui lebih banyak. Semangat saya selalu menyala dan berkobar terlebih bila ada kesempatan untuk mempelajari kehidupan. Begitu juga tentang guru.
Entah mengapa, guru yang sepengetahuan saya adalah sosok yang harus dihormati, dijadikan teladan malah sering terlihat melakukan hal yang sebaliknya. Saya tidak heran apabila orang lain yang melanggar hukum, (karena hukum di Indonesia dibuat memang untuk dilanggar) orang biasa yang bukan guru. Tetapi, tidak jarang saya melihat guru merokok di lingkungan sekolah pada jam belajar dihadapan siswa. Bukankah Perda telah melarang dengan jelas? Saya yang sangat awam saja bisa mengerti hal tersebut. Lalu bagaimana dengan guru yang nota bene adalah orang berpendidikan dan/atau sarjana?
Fenomena guru merokok di lingkungan sekolah sudah menjadi rahasia umum. Telah banyak artikel yang membahas persoalan itu. Saya kira mustahil guru tidak pernah mengetahui bahwa hal tersebut adalah sebuah masalah yang harus diatasi. Pasti para guru baik yang merokok ataupun yang tidak telah menyadarinya. Yang saya bingungkan adalah mengapa ini kerap terjadi?
Sebagai manusia, tentu guru tak lepas dari kesalahan. Apalagi di zaman sekarang, bila ditinjau dari berbagai aspek sudah pasti banyak kekurangan guru sehingga seorangpun tidak bisa disebut sebagai "Guru Sejati". Guru dalam arti sesungguhnya. Guru yang mengajarkan dan mendidik siswa melakukan perbuatan merokok di lingkungan sekolah pada jam belajar di hadapan siswa, sungguh sebuah ironi. Apakah hal itu adalah suatu bentuk mengajar dan mendidik? Tidakkah terpikirkan perilaku tersebut akan menimbulkan kesan 'mengajarkan' dan 'mendidik' siswa pada perbuatan yang negatif?
Saya adalah seorang siswa yang bodoh, bahkan peringkat terakhir di kelas. Tetapi itu tidak menghalangi saya untuk ikut memikirkan kondisi negara tercinta ini, terutama kondisi sistem pendidikan yang merupakan pilar suatu bangsa. Saya mencoba memahami berbagai dampak yang ditimbulkan oleh perilaku merokok seorang guru di lingkungan sekolah pada jam belajar di hadapan siswa. Sekali lagi, perilaku guru yang merokok di lingkungan sekolah pada jam belajar di hadapan siswa, yang lain dikecualikan.
Secara psikologis saja, dampaknya sangat buruk. Siswa tidak akan lagi mendengarkan nasehat guru. Guru menjadi tidak dihormati. Bila sudah demikian efek domino pun akan berlaku, dampaknya sangat fatal bagi masa depan siswa yang konon adalah penerus bangsa. Lalu bagaimana dengan masa depan bangsa yang diteruskan oleh siswa yang seperti itu?
Secara etika yang diajarkan kepada saya, sudah jauh panggang dari api.
Dampak lain secara medis, secara hukum, secara moral dan lain-lain tentunya guru lebih pintar dari saya!?
Saya menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Begitu juga dengan guru. Mungkin mereka khilaf. Maka saya ingin mengingatkan, sebuah pepatah mengatakan,
"Guru kencing berdiri, murid kencing berlari."
Sungguh teramat ngeri saya membayangkan artinya karena melihat realita yang ada. Hmmmm.....!
Sebelum mengakhiri esai ini, saya ingat satu peribahasa yang sangat populer saat saya masih kecil. Begitu terkenalnya sampai-sampai syairnya digubah menjadi lagu. Peribahasa ini juga mungkin yang akan menjadi respon yang paling tepat menanggapi tulisan ini.
"Anjing menggonggong, khafilah berlalu!"