Gemetar tanganku ketika mula-mula menulis surat ini. Hatiku memaksaku menulis, banyak yang terasa, tetapi setelah kucecahkan penaku ke dawat, hilang akalku, tak tentu dari mana harus kumulai
Mengapa hal ini saya adukan kepadamu?
Itupun saya sendiri tak tahu, cuma hati saya berkata, bahwa engkaulah tempat saya mengadu...
Terimalah saya menjadi sahabatmu yang baik. Supaya dapat saya mengadukan hal-halku, untuk mengurangi tanggungan hati. Sebab memang sudah biasa kegembiaraan dapat ditelan sendiri-sendiri dan kemalangan menjadi kurang, bila dikatakan pada orang lain.
Sudikah engkau jadi sahabatku?
Saya akui saya orang dagang melarat dan anak orang terbuang yang datang dari negeri jauh, yatim dan piatu. Saya akui kerendahan saya, itu agaknya yang akan menangguhkan hatimu bersahabat dengan daku. Tapi, meskipun bagaimana, percayalah bahwa hatiku baik. Sukar engkau akan bertemu dengan hati yang begini, yang bersih lantaran senantiasa dibasuh dengan air kemalangan sejak lahirnya ke dunia!
Mengapa hal ini saya adukan kepadamu?
Itupun saya sendiri tak tahu, cuma hati saya berkata, bahwa engkaulah tempat saya mengadu...
Terimalah saya menjadi sahabatmu yang baik. Supaya dapat saya mengadukan hal-halku, untuk mengurangi tanggungan hati. Sebab memang sudah biasa kegembiaraan dapat ditelan sendiri-sendiri dan kemalangan menjadi kurang, bila dikatakan pada orang lain.
Sudikah engkau jadi sahabatku?
Saya akui saya orang dagang melarat dan anak orang terbuang yang datang dari negeri jauh, yatim dan piatu. Saya akui kerendahan saya, itu agaknya yang akan menangguhkan hatimu bersahabat dengan daku. Tapi, meskipun bagaimana, percayalah bahwa hatiku baik. Sukar engkau akan bertemu dengan hati yang begini, yang bersih lantaran senantiasa dibasuh dengan air kemalangan sejak lahirnya ke dunia!